Perempuan di Bawah Ancaman Kanker



Pada dekade mendatang, perjuangan melawan penyakit kanker nampaknya semakin berat. Puluhan tahun diperangi, kanker tetap menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Jumlah pasien terus bertambah.

Menurut data GLOBOCAN International Agency for Research on Cancer (IARC) paling anyar, di seluruh dunia terdapat 14,1 juta kasus baru kanker, dengan jumlah kematian sebesar 8,2 juta. Riset empat tahunan itu, yang akan diperbarui pada 2018, juga menemukan bahwa terdapat sekitar 32,6 juta pasien kanker di seluruh dunia pada 2012.  Padahal, berdasarkan data GLOBOCAN sebelumnya, yaitu pada 2008, estimasi kasus baru kanker adalah sebesar 12,7 juta dengan jumlah kematian akibat kanker sebesar 7,6 juta.  Berarti, jumlah kasus baru dan kematian akibat penyakit ini terus meningkat.

Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi kanker sebesar 1,4 per 1.000 penduduk atau sekitar 347.792 orang. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat. Data GLOBOCAN memperkirakan kasus baru kanker di Indonesia akan mencapai 366.875 pada 2020 dengan jumlah kematian akibat kanker sebesar 239.090. Pada 2030, jumlah kasus baru berbagai jenis kanker mencapai 489.802 dengan 334.749 kematian.

Pertambahan jumlah pasien kanker itu tergambar pada peningkatan jumlah pasien di Rumah Sakit (RS) Kanker Dharmais, Jakarta. “Dulu pasien mungkin per hari sekitar 400 orang, sekarang mencapai 800 orang,” ujar Doddy Ranuhardy, dokter ahli Hematologi Onkologi Medik di rumah sakit pusat nasional untuk penanganan penyakit kanker ini.
Di antara pasien yang berobat ke RS Dharmais, kanker khas perempuan menduduki peringkat atas. Berdasarkan data pasien di rumah sakit itu, selama tahun 2010-2013, kanker payudara dan serviks berada di peringkat satu dan dua, setelah itu baru kanker paru-paru. Untuk kanker payudara, pada tahun 2010 jumlah kasus baru sebanyak 711 dengan angka kematian 93, lalu pada 2011 jumlah kasus baru dibanding kematian adalah 769/120, tahun 2012 angkanya adalah 809/130, dan pada 2013 adalah 819/217.
Sementara pada kanker serviks jumlah kasus baru dibanding kematian adalah 296/36 pada 2010, lalu 300/35 pada 2011, 343/42 pada 2012, dan 356/65 pada 2013. Adapun kanker paru jumlah kasus baru dibanding kematian adalah 117/38 pada 2010.

Tren jenis kanker pasien perempuan di Dharmais mengikuti tren nasional. Di Indonesia, lima jenis penyakit kanker teratas pada wanita adalah kanker payudara, kanker serviks atau mulut rahim, kanker kolorektum, kanker ovarium, dan kanker paru.  Secara keseluruhan, di Indonesia pun kanker payudara berada di urutan pertama, baik insiden maupun tingkat mortalitas. Estimasi insiden kanker payudara di Indonesia pada 2012 adalah 40 per 100.000 perempuan. Ini meningkat dari data 2002, dengan insiden 26 per 100.000 perempuan.  

Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof. Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan risiko kematian akibat kanker sebenarnya bisa dikurangi dengan deteksi dini. Saat ini, kanker menduduki peringkat nomor 7 di Indonesia dari seluruh penyebab kematian. Sayangnya, kata dia, pasien kebanyakan datang saat kanker sudah memasuki stadium lanjut. “Hampir 70 persen pasien datang setelah penyakitnya berada pada stadium 3 atau 4,” ujar Prof Aru. Karena itu, tingkat kesembuhan menjadi lebih kecil dibandingkan bila pasien datang pada stadium awal.  Jika kanker ditemukan pada stadium satu dan dua, maka harapan hidup bisa sampai 90 persen, sementara jika pada stadium tiga dan empat sudah tinggal 20 atau 30 persen.

Ada banyak penyebab pasien baru memeriksakan diri ke dokter saat penyakitnya sudah sulit untuk disembuhkan.  Faktor tersebut antara lain kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya penanganan kanker sesegera mungkin. Selain itu, adanya persoalan biaya serta ketakutan pasien jika kemudian didiagnosis kanker.
Padahal, deteksi dini tidak hanya menurunkan risiko kematian akibat penyakit kanker.  ”Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan pada stadium dini jelas lebih murah, “ kata Doddy. Biaya akan menjadi jauh lebih besar untuk penanganan penyakit yang sudah pada stadium lanjut.

Deteksi dini pada kanker payudara bisa dilakukan dengan cara USG atau mammografi, termasuk dengan mengajarkan pasien cara Periksa Payudara Sendiri (Sadari). Sementara untuk kanker serviks dilakukan dengan metode pap smear atau Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).

Namun, membangun kesadaran masyarakat untuk mendeteksi kanker bukan perkara mudah. Sebuah studi yang dipresentasikan di Kongres European Society for Medical Oncology (ESMO) Asia 2017 menyatakan bahwa hanya satu dari lima perempuan Indonesia yang menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi penyakit kanker serviks. Penelitian pada 5.400 wanita yang menjadi subyek juga menemukan hanya 5 persen yang mengetahui mamografi sebagai metode deteksi dini kanker payudara.

Riset ini merupakan penelitian kolaboratif antara PILAR Research and Education dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang melibatkan para peneliti dari University College London, King's College London dan University of Manchester. Subyek penelitian terdiri dari 5.397 wanita berusia 40 dan yang lebih tua tanpa riwayat kanker dalam Indonesia Family Life Survey (IFLS) kelima tahun 2014 dan 2015.

“Kami menemukan tingkat kesadaran yang sangat rendah tentang program skrining untuk kanker serviks dan payudara pada wanita Indonesia, dan partisipasi bahkan lebih rendah dengan indikasi adanya gradien sosial,” ujar peneliti  UGM, Sumadi Lukman Anwar, dalam rilis hasil penelitian tersebut.

Karena itu, menurut Doddy, edukasi perlu dilakukan untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya deteksi kanker. “Sehingga kanker segera ditemukan sejak dini,” ujar Doddy

Sumber:tempo.com

9 Tips Penggunaan AC Yang Perlu Kamu Ketahui

1.Suhu 26 ℃ dari AC adalah suhu yang paling tepat, nyaman dan tidak menyebabkan sakit. Meski tubuh manusia sendiri sudah bisa meny...